Makanan Khas Peranakan Ditengah Jajanan Kekinian
Tahun
Anjing Tanah 2569 baru saja dimulai, tahun baru yang dirayakan oleh semua etnis
Tionghoa di seluruh dunia ini menyimpan berbagai kisah di balik euforia yang
selama ini sarat akan kemeriahannya. Tahun Baru Imlek sendiri pasti memiliki
persepsi yang berbeda bagi setiap umat nya. Ada yang beranggapan bahwa Tahun
Baru Imlek adalah waktunya berkumpul dengan keluarga yang sudah lama tidak
berjumpa, ada juga yang menganggap Tahun Baru Imlek sebagai waktunya untuk
bersembahyang menghormati para leluhur, dan juga diluar dari nilai budaya ada
juga yang menganggap Tahun Baru Imlek merupakan sarana untuk penghiburan diri
karena banyaknya acara yang diselenggarakan dalam rangka memeriahkan Tahun Baru
Imlek. Hal itu berlaku juga dengan perayaan imlek yang meriah diselenggarakan di
beberapa wilayah Yogyakarta. Tetapi jika berkata tentang perayaan Imlek di Kota
Yogyakarta yang paling tersohor pastilah Pekan Budaya Tionghoa di Kampung
Ketandan. Semua warga dari berbagai macam khalangan turut berkumpul bersama
memeriahkan Tahun Baru Imlek.
Bertempat
di Kampung Ketandan yang notabene berisi warga keturunan Tionghoa, Pekan Budaya
Tionghoa yang sudah berdiri selama lebih dari satu dekade ini menjadi daya
tarik pengunjung bukan hanya dari aspek hiburannya saja namun juga dalam segi
kuliner. Pekan Budaya Tionghoa terkenal akan banyaknya jajanan khas peranakan Tionghoa yang dicari oleh pengunjung. Tetapi
semakin berjalannya waktu, jajanan
khas peranakan Tionghoa mulai tergantikan dengan jajanan kekinian yang saat ini sedang marak digandrungi oleh
berbagai khalayak masyarakat dan tinggal beberapa yang masih bertahan di tengah
alot nya rivalitas. Salah satunya adalah rumah makan yang terkenal menjajakan
hidangan favorit khas peranakan Tionghoa yaitu Yamie. Bertempat di Kampung
Ketandan, Mie Ayam Matahari yang sudah berdiri lebih dari lima dekade ini
terkenal akan cita rasa khas peranakan yang masih orisinal tetapi tetap
menyesuaikan dengan kondisi masyarakat sekitar. Dikelola oleh pasangan suami
istri Weiling (58) dan Rianto (61) yang merupakan warga asli Kampung Ketandan,
Mie Ayam Matahari masih tegak berdiri diantara maraknya jajanan modifikasi yang
tengah popular di masyarakat.
Mie Ayam Matahari yang sudah berdiri sejak lima dekade ini pada mulanya adalah rumah makan peranakan Tionghoa yang juga menjual sate babi tetapi saat ini hanya menjual Mie Ayam Kampung pada hari biasa.
Tetapi jika sedang ada hari khusus seperti Pekan Budaya Tionghoa, Mie Ayam Matahari menyediakan menu khusus dengan tambahan daging babi.
Beberapa hari sebelum Pekan Budaya Tionghoa dimulai Weiling (58) dan Rianto (61) sudah sibuk mempersiapkan hidangan utama yang akan dijual.
Kurang lebih mempersiapkan 100 porsi untuk setiap hari nya.
Menurut Weiling (58) meskipun pengunjung Pekan Budaya Tionghoa lebih tertarik pada jajanan kekinian tetapi pada akhirnya mereka tetap singgah ke Mie Ayam Matahari untuk mengenyangkan perutnya.
Menu yang berbeda pada saat sedang ada acara Pekan Budaya Tionghoa.
Menunggu dengan setia kedatangan pembeli disaat pengunjung sudah mulai ramai berlalu-lalang.
Rianto (61) memiliki teknik sendiri dalam menarik datangnya pengunjung yaitu 'memancing' pengunjung dengan memasak nasi goreng, karena aroma khas nasi goreng dipercaya menarik pengunjung untuk datang.
Pengunjung yang penasaran sehabis berkeliling di Pekan Budaya Tionghoa mulai mendatangi Mie Ayam Matahari.
Pengunjung yang datang dari berbagai kalangan.
Komentar
Posting Komentar